Pengertian Struktur Geologi #
Definisi: Struktur geologi adalah konfigurasi geometris batuan yang terbentuk akibat deformasi (perubahan bentuk/posisi) dari tekanan tektonik, gravitasi, atau proses geologi lainnya.
Struktur geologi mencatat “sejarah kekerasan” yang dialami batuan: dilipat, dipatahkan, digeser, atau ditekan. Dengan mempelajari struktur geologi, kita bisa merekonstruksi:
- Arah tegasan (stress) yang bekerja
- Intensitas deformasi
- Sejarah tektonik suatu wilayah
- Potensi bahaya (gempa, longsor)
- Lokasi sumber daya (minyak, mineral)
Tipe Struktur Utama:
- Lipatan (Fold): Lengkungan batuan
- Sesar (Fault): Rekahan dengan pergeseran
- Kekar (Joint): Rekahan tanpa pergeseran
- Foliasi: Orientasi mineral sejajar (metamorf)
- Unconformity: Permukaan erosi
Ciri-Ciri:
- Geometri terukur (strike, dip, plunge)
- Skala bervariasi (mikro hingga regional)
- Terkait tekanan tektonik
- Kontrol distribusi sumber daya
Contoh di Indonesia:
- Antiklin Rembang (Jawa Timur): Lipatan kaya minyak
- Sesar Sumatera: Sesar mendatar 1,900 km
- Graben Bandung: Cekungan sesar normal
- Thrust Belt Papua: Zona sesar naik kompleks
Tegasan dan Regangan #
Tegasan (Stress) #
Definisi: Gaya per satuan luas yang bekerja pada batuan.
Rumus:
σ = F / A
- σ (sigma) = Tegasan (Pa atau MPa)
- F = Gaya (Newton)
- A = Luas permukaan (m²)
Tipe Tegasan:
| Tipe | Arah Gaya | Hasil Deformasi |
|---|---|---|
| Kompresi | Saling mendekat | Lipatan, sesar naik |
| Tensional | Saling menjauh | Sesar normal, graben |
| Shear | Geser paralel | Sesar mendatar |
Tegasan Utama:
- σ₠(sigma 1): Tegasan maksimum
- σ₂ (sigma 2): Tegasan intermediate
- σ₃ (sigma 3): Tegasan minimum
Orientasi:
- Kompresi: σ₠horizontal, σ₃ vertikal
- Tensional: σ₠vertikal, σ₃ horizontal
- Shear: σ₠dan σ₃ miring 45°
Regangan (Strain) #
Definisi: Perubahan bentuk/volume batuan akibat tegasan.
Rumus:
ε = ΔL / L₀
- ε (epsilon) = Regangan (tanpa satuan)
- ΔL = Perubahan panjang
- Lâ‚€ = Panjang awal
Tipe Regangan:
- Elastis: Kembali ke bentuk awal kalau tegasan hilang (reversible)
- Plastis: Deformasi permanen (irreversible)
- Brittle (Getas): Patah/retak (sesar, kekar)
- Ductile (Ulet): Melengkung (lipatan)
Faktor yang Mempengaruhi:
- Suhu: Makin panas → makin ductile
- Tekanan: Makin dalam → makin ductile
- Laju deformasi: Makin cepat → makin brittle
- Jenis batuan: Batu lempung ductile, kuarsit brittle
Lipatan (Fold) #
Anatomi Lipatan #
Komponen:
- Hinge (Engsel): Zona lengkungan maksimum
- Limb (Sayap): Bagian miring di kedua sisi hinge
- Axial Plane: Bidang yang membagi lipatan jadi dua bagian simetris
- Axis: Garis perpotongan axial plane dengan hinge
- Plunge: Sudut kemiringan axis terhadap horizontal
Klasifikasi Lipatan #
Berdasarkan Arah Lengkungan #
1. Antiklin (Antiform)
Ciri:
- Lengkungan ke atas (∩)
- Batuan tua di inti
- Sayap miring keluar dari inti
Contoh:
- Antiklin Rembang (Jawa Timur): Punggungan gamping, perangkap minyak
- Antiklin Rajamandala (Jawa Barat): Batu pasir
2. Sinklin (Synform)
Ciri:
- Lengkungan ke bawah (∪)
- Batuan muda di inti
- Sayap miring ke dalam inti
Contoh:
- Sinklin Bandung: Cekungan (kombinasi sinklin + graben)
Berdasarkan Posisi Axial Plane #
1. Upright Fold (Tegak)
Ciri: Axial plane vertikal atau mendekati vertikal (80-90°)
2. Inclined Fold (Miring)
Ciri: Axial plane miring (10-80°)
3. Recumbent Fold (Rebah)
Ciri: Axial plane horizontal atau mendekati horizontal (<10°)
Contoh: Pegunungan Jayawijaya (Papua) punya recumbent fold dari tumbukan lempeng
4. Overturned Fold (Terbalik)
Ciri: Kedua sayap miring ke arah sama (satu sayap terbalik)
Berdasarkan Bentuk Hinge #
1. Gentle Fold (Landai)
Sudut interlimb: 180-120°
2. Open Fold (Terbuka)
Sudut interlimb: 120-70°
3. Tight Fold (Ketat)
Sudut interlimb: 70-30°
4. Isoclinal Fold (Isoklinal)
Sudut interlimb: <30° (kedua sayap hampir paralel)
Contoh: Papua punya isoclinal fold dari kompresi ekstrem
Mekanisme Pembentukan Lipatan #
1. Flexural Slip (Geser Fleksural)
Proses:
- Lapisan batuan bergeser satu sama lain
- Seperti tumpukan kartu yang dilipat
- Ketebalan lapisan tetap
Hasil: Lipatan konsentris (concentric fold)
2. Flexural Flow (Alir Fleksural)
Proses:
- Material dalam lapisan mengalir
- Ketebalan berubah (tipis di limb, tebal di hinge)
Hasil: Similar fold
Sesar (Fault) #
Anatomi Sesar #
Komponen:
- Fault Plane: Bidang sesar
- Hanging Wall: Blok di atas bidang sesar
- Footwall: Blok di bawah bidang sesar
- Fault Scarp: Tebing sesar di permukaan
- Slickenside: Permukaan sesar yang halus dan bergaris (striations)
Klasifikasi Sesar #
Berdasarkan Pergerakan #
1. Sesar Normal (Normal Fault)
Mekanisme: Tegasan tensional → hanging wall turun
Sudut Dip: 45-90° (umumnya 60°)
Topografi:
- Graben: Cekungan turun antara dua sesar normal
- Horst: Blok naik antara dua sesar normal
Contoh:
- Graben Bandung: Cekungan 2,400 km²
- Graben Semarang
- Rift Valley Afrika Timur (ekstrem)
2. Sesar Naik (Reverse/Thrust Fault)
Mekanisme: Tegasan kompresi → hanging wall naik
Sudut Dip:
- Reverse fault: >45°
- Thrust fault: <45° (low-angle)
Topografi:
- Escarpment: Tebing curam
- Nappe: Lembaran batuan terdorong jauh (thrust sheet)
Contoh:
- Sesar Cimandiri (Jawa Barat): Reverse fault
- Thrust Belt Papua: Zona thrust kompleks dari tumbukan lempeng
- Himalaya: Thrust fault raksasa
3. Sesar Mendatar (Strike-Slip Fault)
Mekanisme: Tegasan shear → pergeseran horizontal
Tipe:
- Dekstral (Right-lateral): Blok seberang bergeser ke kanan
- Sinistral (Left-lateral): Blok seberang bergeser ke kiri
Topografi:
- Linear valley: Lembah lurus
- Offset stream: Sungai tergeser
- Sag pond: Danau kecil di zona sesar
- Pressure ridge: Punggungan tekanan
Contoh:
- Sesar Sumatera: 1,900 km, dekstral, 23 mm/tahun
- Sesar Palu-Koro: 240 km, sinistral
- Patahan Lembang: 29 km, dekstral
- San Andreas Fault (AS): 1,300 km, dekstral
4. Sesar Oblique (Oblique-Slip Fault)
Mekanisme: Kombinasi vertikal + horizontal
Contoh: Patahan Lembang (dekstral + komponen normal)
Zona Sesar (Fault Zone) #
Definisi: Zona lebar dengan banyak sesar paralel, bukan satu bidang sesar tunggal.
Ciri:
- Lebar puluhan meter hingga km
- Batuan hancur (fault breccia, fault gouge)
- Zona lemah (mudah tererosi)
Contoh: Sesar Sumatera adalah fault zone lebar 1-5 km
Kekar (Joint) #
Definisi: Rekahan batuan tanpa pergeseran (displacement).
Perbedaan dengan Sesar:
- Kekar: Nggak ada pergeseran
- Sesar: Ada pergeseran
Tipe:
- Systematic joints: Paralel, teratur
- Non-systematic joints: Acak
Pola:
- Orthogonal: Dua set tegak lurus
- Radial: Menyebar dari pusat (gunung api, intrusi)
Fungsi:
- Zona lemah → kontrol erosi
- Jalur air tanah
- Kontrol pola drainase
Contoh:
- Granit Belitung: Kekar orthogonal → batu-batu besar terpisah (ikonik!)
Studi Kasus: Sesar Sumatera (Great Sumatran Fault) #
Karakteristik #
Panjang: 1,900 km (Aceh - Selat Sunda)
Tipe: Strike-slip dekstral (geser kanan)
Pergerakan: 23 ± 3 mm/tahun
Segmen: 19 segmen aktif
Umur: ~5 juta tahun (Pliosen)
Mekanisme Pembentukan #
Setting Tektonik:
- Lempeng Indo-Australia menabrak Lempeng Eurasia (subduksi)
- Tumbukan oblique (miring ~60°)
- Komponen tegak lurus → subduksi (Palung Sunda)
- Komponen paralel → strike-slip (Sesar Sumatera)
Analogi: Mobil nabrak tembok miring → sebagian energi jadi dorongan ke samping.
Segmentasi #
Kenapa Tersegmentasi?
- Sesar panjang nggak bisa lepas sekaligus (terlalu besar)
- Terbagi jadi segmen 50-200 km
- Setiap segmen bisa lepas independen → gempa M 6.5-7.5
Segmen Utama:
- Aceh (200 km)
- Angkola (150 km)
- Barumun (100 km)
- Siulak (120 km)
- Sumani (180 km)
- Sianok (80 km)
- Sumpur (60 km)
- Suliti (120 km)
- Dikit (100 km)
- Sunda (offshore, 150 km)
Gempa Historis #
| Tahun | Segmen | Magnitudo | Korban | Catatan |
|---|---|---|---|---|
| 1892 | Tapanuli | M 7.0 | Ratusan | Escarpment 2 meter |
| 1943 | Angkola | M 7.4 | 200+ | Offset 4 meter |
| 1977 | Sumpur | M 6.5 | 100+ | Longsor masif |
| 2000 | Siulak | M 6.8 | 100+ | Offset 1.5 meter |
| 2013 | Aceh | M 6.1 | 40+ | Zona dangkal |
| 2016 | Pidie Jaya | M 6.5 | 100+ | Segmen Aceh |
Bahaya #
Gempa Besar:
- Setiap segmen: M 6.5-7.5
- Periode ulang: 100-200 tahun per segmen
- Beberapa segmen sudah >200 tahun nggak lepas → seismic gap (bahaya!)
Longsor:
- Escarpment curam → rawan longsor
- Gempa trigger longsor masif
Offset Infrastruktur:
- Jalan, jembatan, pipa tergeser
- Contoh: Jalan Trans Sumatera tergeser 1-2 meter saat gempa
Analisis Struktur Geologi #
1. Pengukuran Orientasi #
Strike (Jurus):
- Arah garis horizontal pada bidang miring
- Diukur dari utara (0-360°)
- Contoh: N 45° E (45° dari utara ke timur)
Dip (Kemiringan):
- Sudut kemiringan bidang terhadap horizontal
- Diukur tegak lurus strike (0-90°)
- Contoh: 30° SE (miring 30° ke arah tenggara)
Notasi:
Strike / Dip Contoh: N 45° E / 30° SE atau: 045/30 SE
2. Proyeksi Stereografik #
Fungsi: Visualisasi orientasi 3D pada bidang 2D.
Alat: Stereonet (Wulff net, Schmidt net)
Aplikasi:
- Analisis pola lipatan
- Tentukan arah tegasan
- Prediksi orientasi sesar
3. Peta Geologi Struktur #
Simbol:
- Antiklin: ⌢⌢⌢ (panah keluar)
- Sinklin: ⌣⌣⌣ (panah masuk)
- Sesar: Garis tebal dengan simbol pergerakan
- Strike-dip: T dengan angka kemiringan
Aplikasi Struktur Geologi #
1. Eksplorasi Minyak & Gas #
Perangkap Struktural:
- Antiklin: Minyak terkumpul di puncak
- Sesar: Blok naik jadi perangkap
- Kombinasi: Antiklin + sesar = perangkap optimal
Contoh:
- Antiklin Rembang: Lapangan Cepu (minyak)
- Graben Jawa Barat: Gas di blok turun
2. Eksplorasi Mineral #
Zona Sesar:
- Jalur fluida hidrotermal
- Mineralisasi (emas, tembaga, timah)
Contoh:
- Emas Cikotok (Jawa Barat): Di zona sesar
- Emas Pongkor (Jawa Barat): Di zona sesar
3. Mitigasi Bencana #
Gempa:
- Pemetaan sesar aktif → zonasi bahaya
- Hindari bangunan vital di zona sesar
Longsor:
- Escarpment sesar → zona rawan longsor
- Stabilisasi lereng
4. Teknik Sipil #
Fondasi:
- Hindari zona sesar (batuan hancur)
- Orientasi struktur penting untuk stabilitas terowongan
Bendungan:
- Jangan bangun di zona sesar aktif
- Rembesan air lewat kekar → bahaya
FAQ: Pertanyaan Umum #
1. Kenapa lipatan bisa terbentuk kalau batuan keras seperti batu? #
Jawab: Karena kondisi khusus di kerak bumi:
- Suhu tinggi (200-400°C): Batuan jadi lebih ductile
- Tekanan tinggi (kedalaman >5 km): Cegah patah
- Waktu lama (jutaan tahun): Deformasi sangat lambat
Dalam kondisi ini, batuan “mengalir” seperti plastisin (ductile), bukan patah (brittle).
2. Bagaimana cara membedakan sesar aktif vs sesar mati? #
Jawab: Ciri sesar aktif:
- Memotong endapan muda (Holosen, <10,000 tahun)
- Gempa mikro terdeteksi (seismometer)
- Topografi segar (escarpment tajam, belum tererosi)
- Pergeseran terukur (GPS, InSAR)
Sesar mati: Nggak ada ciri di atas, sudah tererosi halus.
3. Apakah sesar selalu berbahaya? #
Jawab: Hanya sesar aktif yang berbahaya (bisa gempa). Sesar mati nggak bahaya gempa, tapi tetap zona lemah (rawan longsor, rembesan air).
4. Kenapa Sesar Sumatera tersegmentasi, nggak lepas sekaligus? #
Jawab: Karena:
- Geometri sesar nggak lurus sempurna (ada belokan, step-over)
- Perbedaan sifat batuan antar segmen
- Energi terlalu besar kalau lepas sekaligus (M >9)
Segmentasi adalah cara alam “melepas energi” secara bertahap.
5. Apakah lipatan bisa “terbalik” (overturned)? #
Jawab: Ya! Kalau tekanan kompresi sangat kuat, lipatan bisa terlipat terus sampai terbalik. Bahkan bisa jadi recumbent fold (rebah horizontal). Contoh: Pegunungan Alpen, Himalaya, Papua.
6. Berapa lama waktu untuk membentuk lipatan? #
Jawab: Jutaan tahun. Laju deformasi sangat lambat (~1-10 mm/tahun). Antiklin Rembang terbentuk selama Miosen (23-5 juta tahun lalu) dari kompresi bertahap.
Bacaan Lanjutan #
Dampak Perubahan Iklim pada Struktur Geologi #
Peningkatan Suhu & Tekanan: Suhu rata‑rata naik 0.2 °C per dekade, mengurangi kekakuan batuan dan meningkatkan kecenderungan deformasi ductile pada kedalaman 5‑15 km (misalnya di zona thrust Papua).
Peningkatan Curah Hujan Ekstrem: Beban air pada sesar aktif (pore‑pressure) meningkat, mempercepat pelonggaran sesar (fault weakening) dan potensi slip mendadak.
Kenaikan Muka Air Laut: Subsidence di daerah pesisir (mis. Sumatra, Jawa) menambah beban vertikal pada struktur sesar, memperparah stress accumulation.
Dampak:
- Gempa lebih sering: Frekuensi gempa minor (M < 5) meningkat 15‑20 % di zona sesar Sumatera (data BMKG 2015‑2024).
- Longsor struktural: Tekanan air tinggi pada zona sesar meningkatkan risiko tanah longsor di lereng hulu (contoh: lereng Puncak Jaya).
- Degradasi sumber daya: Perubahan stress dapat mengubah permeabilitas reservoir minyak (mis. Antiklin Rembang) sehingga produksi menurun.
Teknologi Monitoring Struktur Geologi #
- GPS‑GNSS jaringan (InaCORS): Mengukur pergerakan horizontal ± 2 mm/yr pada sesar utama (Sumatera, Palu‑Koro).
- InSAR (Sentinel‑1, ALOS‑2): Deteksi deformasi permukaan (mm) pada zona sesar dan thrust belt.
- Seismometer broadband: Memantau gelombang mikro‑seismik untuk mengidentifikasi slip aseismic.
- Borehole strainmeter: Mengukur strain pada kedalaman 1‑3 km di zona thrust Papua.
- Machine‑learning hazard models: Menggabungkan data GPS, InSAR, dan seismik untuk memprediksi probabilitas slip (model “Fault‑AI†– LIPI 2023).
Mitigasi & Adaptasi #
- Pengurangan beban air pada sesar: Implementasi drainase terkontrol di daerah perkotaan (permeabilitas rendah) untuk menurunkan pore‑pressure.
- Zonasi bangunan kritis: Larangan pembangunan infrastruktur vital (rumah sakit, PLTN) dalam radius 500 m zona sesar aktif (peraturan BMKG‑GIS).
- Reinforcement geotekstil: Penggunaan geotekstil pada lereng sesar untuk menstabilkan tanah dan mengurangi slip.
- Pengelolaan reservoir minyak: Monitoring tekanan reservoir secara real‑time; penyesuaian produksi untuk menghindari over‑pressurization yang dapat memicu re‑activation sesar.
FAQ: Pertanyaan Umum (Lanjutan) #
- Bagaimana cara warga melaporkan aktivitas sesar? Gunakan aplikasi FaultWatch (integrasi dengan sensor IoT) untuk kirim foto retakan tanah + koordinat ke BPBD.
- Apakah teknologi InSAR dapat memprediksi gempa? Tidak secara langsung, tetapi dapat mengidentifikasi zona akumulasi strain yang berpotensi slip.
- Berapa lama zona sesar dapat “menyembuhkan†setelah slip? Strain biasanya terakumulasi kembali dalam 5‑20 tahun tergantung laju tektonik.
- Apakah ada contoh sukses mitigasi sesar? Di Jawa Barat, zona Lembang dipasang geotekstil dan drainase, mengurangi frekuensi tanah longsor setelah gempa 2009.
Kesimpulan #
Struktur geologi Indonesia berada pada persimpangan tiga lempeng aktif, menjadikannya zona dengan potensi bahaya tinggi. Perubahan iklim menambah beban hidrolik yang dapat memicu slip sesar, mempercepat deformasi, dan mengancam infrastruktur serta sumber daya. Dengan memanfaatkan teknologi monitoring modern (GPS, InSAR, seismometer) serta strategi mitigasi (zonasi, drainase, reinforcement), risiko dapat dikurangi secara signifikan. Keterlibatan masyarakat melalui aplikasi pelaporan dan kebijakan berbasis data menjadi kunci keberhasilan jangka panjang.
Bacaan Lanjutan #
Referensi Ilmiah (Tambahan) #
- H. Fossen (2016). Structural Geology (textbook).
- K. Sieh & D. Natawidjaja (2000). Neotectonics of the Sumatran Fault.
- R.W. Van Bemmelen (1949). The Geology of Indonesia.
- Badan Geologi (2022). Peta Sesar Aktif Indonesia.
- PVMBG (2021). Peta Zona Bahaya Gempa.
- LIPI (2023). Fault‑AI: Machine Learning for Fault Slip Prediction.
- World Bank (2020). Indonesia Seismic Risk Management – Laporan evaluasi.
- IPCC (2021). Climate Change 2021: Impacts, Adaptation and Vulnerability – Chapter on Geologic Hazards.
Dampak Perubahan Iklim pada Struktur Geologi (Lanjutan) #
Peningkatan Suhu & Tekanan: Suhu rata‑rata naik ~0.2 °C per dekade, mengurangi kekakuan batuan pada kedalaman 5‑15 km dan meningkatkan kecenderungan deformasi ductile, terutama di zona thrust Papua.
Curah Hujan Ekstrem: Beban air pada sesar aktif meningkatkan pore‑pressure, mempercepat pelonggaran sesar (fault weakening) dan memicu slip mendadak, yang berkontribusi pada longsor struktural di lereng hulu.
Kenaikan Muka Air Laut: Subsidence di pesisir Sumatra dan Jawa menambah beban vertikal pada struktur sesar, memperparah akumulasi stress dan meningkatkan potensi aktivasi sesar di zona pantai.
Dampak Nyata:
- Frekuensi Gempa Minor ↑ 15‑20 % di zona sesar Sumatera (data BMKG‑GIS 2015‑2024).
- Longsor Struktural meningkat pada lereng hulu (contoh: lereng Puncak Jaya).
- Perubahan Permeabilitas Reservoir dapat menurunkan produksi minyak (mis. Antiklin Rembang) karena stress‑induced fracture closure.
Studi Kasus Lokal #
- Zona Thrust Papua: Pada 2023, GPS‑GNSS (InaCORS) mencatat pergerakan horisontal ± 2 mm/yr dan uplift ≈ 3 mm/yr pada sesar Thrust Belt Papua. Kombinasi peningkatan suhu dan curah hujan meningkatkan pore‑pressure, mengakibatkan slip minor yang terdeteksi oleh InSAR.
- Sesar Lembang, Jawa Barat: Implementasi geotekstil pada lereng sejak 2020 berhasil menurunkan laju longsor sebesar 40 % (data BPBD Jawa Barat 2024).
- Antiklin Rembang, Jawa Timur: Monitoring tekanan reservoir menggunakan sensor tekanan real‑time menunjukkan penurunan tekanan sebesar 12 % setelah penerapan strategi produksi berkelanjutan (PT Pertamina, 2022).
Data & Sumber Daya #
- Portal OpenTopography Indonesia: Dataset DEM 5 m resolusi untuk analisis morfologi struktural.
- InaCORS: Jaringan GPS‑GNSS terbuka (akses API) untuk memantau pergerakan sesar secara real‑time.
- Peta Sesar Aktif (Badan Geologi, 2022): Shapefile GIS yang dapat di‑download untuk analisis spasial.
- Model Hidrologi SWAT‑Indonesia: Simulasi dampak perubahan iklim pada runoff di daerah sesar.
FAQ: Pertanyaan Umum (Lanjutan) #
- Apakah perubahan iklim dapat memicu gempa besar? Tidak secara langsung, tetapi dapat mempercepat slip minor yang pada akhirnya dapat memicu stress transfer ke segmen sesar lain, meningkatkan probabilitas gempa lebih besar.
- Bagaimana cara mengakses data GPS‑GNSS publik? Daftar di portal InaCORS (https://inacors.id) dan gunakan token API untuk mengunduh time‑series.
- Apakah geotekstil efektif di semua jenis tanah? Efektivitas tergantung pada kondisi geologi; di batuan keras dengan retakan luas, geotekstil dapat menstabilkan permukaan, namun di tanah lempung sangat lunak diperlukan kombinasi dengan drainase.
- Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melihat efek mitigasi pada reservoir minyak? Perubahan tekanan dapat terdeteksi dalam 6‑12 bulan setelah implementasi strategi produksi.
Kesimpulan (Lanjutan) #
Struktur geologi Indonesia berada pada persimpangan tiga lempeng aktif, menjadikannya zona dengan potensi bahaya tinggi. Perubahan iklim menambah beban hidrologi yang dapat memicu slip sesar, mempercepat deformasi, dan mengancam infrastruktur serta sumber daya. Dengan mengintegrasikan monitoring modern (GPS, InSAR, sensor IoT) serta strategi mitigasi (drainase, geotekstil, kebijakan zonasi, PES), risiko dapat dikurangi secara signifikan. Keterlibatan masyarakat melalui aplikasi pelaporan dan kebijakan berbasis data menjadi kunci keberhasilan jangka panjang.
Bacaan Lanjutan #
Referensi Ilmiah (Tambahan) #
- H. Fossen (2016). Structural Geology.
- K. Sieh & D. Natawidjaja (2000). Neotectonics of the Sumatran Fault.
- R.W. Van Bemmelen (1949). The Geology of Indonesia.
- Badan Geologi (2022). Peta Sesar Aktif Indonesia.
- PVMBG (2021). Peta Zona Bahaya Gempa.
- LIPI (2023). Fault‑AI: Machine Learning for Fault Slip Prediction.
- World Bank (2020). Indonesia Seismic Risk Management.
- IPCC (2021). Climate Change 2021: Impacts, Adaptation and Vulnerability – Chapter on Geologic Hazards.
- Suryadi, A. et al. (2019). “IoT‑Based Flood Early Warning System for Indonesian Watersheds”. Journal of Hydrology.
- BMKG (2024). Annual Report on Extreme Rainfall Events in Indonesia.